Selasa, 28 Juni 2011

Media Pembelajaran Puzzle Pada Pelajaran Ke-Muhammadiyahan

PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Sebelum membicarakan tentang media pembelajaran adapun sejarah perkembangan media diawali dengan dikenalnya alat. Menurut Hacnalik (dalam Sihkabuden, 1995:3) menyebutkan bahwa alat identik dengan alat peraga yang artinya segala sesuatu yang dapat memberikan rangsangan alat indra agar pesan yang dapat diterima dengan baik. Karena pengertian alat dianggap terlalu sempit, kemudian pengertian alat tersebut berkembang menjadi media. Pengertian media disini mengarah pada sesuatu yang menngantar  atau meneruskan informasi atau pesan antara sunber dan penerima pesan. Batasan media menurut Garne (Latuheru, 1986:6) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk berlajar.  Pada hakikatnya dalam proses pembalajaran terjadi proses komunikasi, artinya ada proses penyampaian pesan dari guru melalui saluran atau media tertentu kepada penerima pesan pembelajar).
Selama ini masih banyak orang yang awam dengan istilah puzzle. Kata puzzle berasal dari bahasa inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, media puzzle merupakan media sederhana yang dimainkan dengan bongkar pasang, (Patmonodewo, 2000:19). Spodek (1991:206) mendefinisikan media puzzle sebagai salah satu media bermain yang dapat dimainkan diatas nampan atau bingkai (tempat memainkan potongan-potongan puzzle) yang di letakkan diatas meja.
Dengan media puzzle siswa dapat lebih mengetahui dan faham dengan tema atau bab yang diajarkan oleh guru misalkan diterapkan dalam pelajaran agama atau Ismuba ke-Muhammadiyahan, kenapa saya memilih Ismuba ke-Muhammadiyahan ?, banyak media yang dipakai dalam bidang study umum seperti IPA, IPS, Matematika dan bidang study yang lain, begitu sebaliknya masih minim para guru membuat media belajar untuk pelajaran agama atau Ismuba, saya membuat sebuah contoh pembuatan media puzzle untuk pelajaran ke-Muhammadiyahan misalkan mengenai bab VII “Meneladani Pemimpin Muhammadiyah”  bahwasanya banyak para tokoh dan pahlawan nasional yang berjasa kepada Negara Indonesia dari Muhammadiyah tetapi siswa masih sedikit yang mengetahui siapa nama pahlawan, biografinya, bagaimana gambar atau foto, berjasa apa saja kepada Negara Indonesia.
Media puzzle ini selain mudah dan efisien baik cara membuatnya maupun biaya guru dapat lebih kreatif  dan inovatif,  Segi kreatifnya meskipun gambar atau foto pahlawan nasional dari Muhammadiyah yang sulit didapatkan apalagi karena tidak dijual bebas guru dapat memanfaatkan tehnologi internet untuk berusaha mencari dan men downloadnya.

B.       Tujuan
Media ini berusaha untuk membantu dan mempermudah guru khususnya siswa kelas tiga dalam belajar bab VII “Meneladani Pemimpin Muhammadiyah”, siapa saja tokohnya terutama yang berjasa kepada Negara Indonesia, apa saja jasa-jasanya kepada Negara, mengetahui biografinya dan tentunya gambar atau fotonya.
Di dalam proses belajar mengajar adakalanya belajar yang diperoleh tidak selalu seperti yang diharapkan. Hal tersebut mungkin disebabkan karena komunikasi yang tidak lancar, atau terjadi perbedaan persepsi antara guru dengan siswa dan mungkin karena hambatan lain. Dalam hal ini media pendidikan khususnya puzzle dapat membantu mengurangi hambatan-hambatan tersebut. Menurut Arief S. Sadiman (1996: 16) secara umum media pendidikan mempunyai tujuan sebagai berikut :
1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitas (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka)
2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera
3) Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media bertujuan untuk:
a) Menimbulkan minat belajar
b) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan
4) Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan sama untuk setiap siswa, maka guru akan banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri. Apalagi bila latar belakang lingkungan guru dan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media puzzle pada pelajaran Kemuhammadiyahan, yaitu kemampuannya dalam :
a) Memberikan perangsang yang sama
b) Mempersamakan pengalaman
c) Menimbulkan persepsi yang sama.
Jadi dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan berfariasi dapat diatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media puzzle yang diterapkan dalam pelajaran KeMuhammadiyahan berguna untuk menimbulkan kegairahan belajar, memungkinkan interaksi secara langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan, memungkinkan anak didik belajar berkomunikasi, sosialisasi, kerjasama dan yang lebih penting mengetahui bahwasanya Muhammadiyah melalui para pemimpin dan pahlawan nasional ikut andil dalam mecerdaskan dan merumuskan kemerdekaan.

C.       Manfaat
Sebagaimana kita ketahui, Otak terdiri dari bagian kiri dan kanan. Otak kiri merupakan tempat untuk melakukan fungsi akademik seperti baca-tulis, hitung atau matematika, daya ingat, (nama, waktu, dan peristiwa) logika dan analisis. Sedangkan otak kanan berkaitan dengan perkembangan artistik dan kreatif, perasaan, gaya bahasa, irama musik, imajinasi, lamunan, warna, sosialisasi serta perkembangan kepribadian. Otak manusia sendiri berkembang pesat saat bayi lahir hinngga berumur 5 tahun. Sebagian otak mampuh sudah terhubung untuk mengatur pergerakan tubuh, misalnya denyut jantung dan pernafasan. Sedang milyaran simpul saraf belum memiliki fungsi khusus dan belum berhubung, sekitar 400 trilyun simpul saraf terbentuk selama 3 tahun pertama kehidupan manusia, dan 2 tahun kemudian merupakan waktu yang efektif untuk pengembangan. Bila tidak kita olah dan manfaatkan dengan sebaik-baiknya maka kesempatan untuk mempunyai anak ber IQ tinggi terbuang percuma.
Mencermati semua itu, maka untuk mengoptimalkan perkembangan kedua belah otak kanan dan kiri, Stimulasi yang diberikan harus seimbang dan justru pendidikan dan permainan yang kita berikan di sekolah oleh guru bahkan orang tua di rumah, kepada anak-anak sejak kecil yang membuat anak memiliki IQ tinggi. Demkian dikemukanan oleh Prof Craig Ramey, pakar psikologi yang tergabung dalam Asosiasi Psikologi Amerika. Berkaitan dengan usaha untuk memaksimalkan kecerdasan dan kreativitas anak, puzzle adalah salah satu bentuk media belajar dan bermain yang membantu mengembangkan kecakapan motorik halus dan dengan koordinasi antara tangan dan mata,
Menata puzzle menjadi sebuah bentuk muka, pesawat, kapal, dan yang lain sebagainya bahkan dapat untuk bidang study lain. Ketika bermain puzzle bersama teman peserta didik akan belajar berimajinasi, komunikasi dan bekerjasama.



ISI


A.    Deskripsi Media
Kata media berasal dari kata bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium secara harfiah berarti “Perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan”. Dalam proses belajar mengajar, pesan atau informasi itu disampaikan oleh guru melalui perantara yang dapat berbentuk stimulus, yang disampaikan kepada siswa.
Stimulus itu dapat berupa pertanyaan guru atau disajikan dalam bentuk alat, bagan, dan gambar yang selanjutnya oleh penerima atau akan memberikan respon atau reaksi. Reaksi itu dapat mengarah ke reaksi yang aktif, misalnya berupa pertanyaan,jawaban atau saran.
Adapun pengertian media menurut Marshall Mcluhan dalam Oemar Hamalik (1990 : 248 ) “Media adalah suatu ekstensi manusia yang memungkinkannya mem-pengaruhi orang lain yang tidak mengadakan kontak langsung dengan dia”. Selanjutnya pengertian media menurut Briggs dalam Arief S. Sadiman (1996: 6) “Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan”. Dari pengertian media akhirnya dikenal dengan istilah media pengajaran, WS. Winkel (1991: 187) mengatakan bahwa “media pengajaran adalah suatu sarana non personal (bukan manusia) yang digunakan atau disediakan oleh tenaga pengajar, yang memegang peranan dalam proses belajar-mengajar, untuk mencapai tujuan instruksional”.
Dari ketiga pendapat di atas tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan media adalah segala alat fisik yang dapat memperjelas penyajian pesan yang disampaikan oleh guru kepada siswa serta merangsang siswa tersebut untuk belajar. Sedangkan pengertian belajar menurut WS. Winkel (1991: 35). “Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar”. Sedangkan menurut Rochman Natawidjaja dan HA. Moein Moesa (1991:172-173) “Belajar adalah proses perubahan yang terus-menerus terjadi dalam diri individu yang tidak ditentukan oleh unsur keturunan, tetapi lebih banyak ditentukan oleh faktor-faktor dari luar (eksternal)”. Dari kedua pendapat tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah “Suatu kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar atau proses perubahan yang terus-menerus terjadi dalam diri individu yang tidak dapat ditentukan oleh faktor-faktor dari luar (eksternal)”.
Puzzle ternyata dapat mencerdaskan anak. Banyak orang tua yang bermain dan mengasuh anak dengan kegiatan ini merupakan satu sarana pencerdas kemampuan kognitif. Dengan puzzle tersebut kita dapat melatih anak untuk mengingat-ingat, berimajinasi, dan menyimpulkan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Astini Su’udi “Bahwa Puzzle merupakan suatu kegiatan yang merupakan salah satu sarana yang dapat mencerdaskan kemampuan kognitif, sehingga dapat meningkatkan daya imajinasi dan kreatifitas dari berfikir logis.”
Di dalam Suara Merdeka (28 Oktober 2010) “Puzzle merupakan permainan yang memudahkan anak secara bertahap untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam memecahkan masalah, dan untuk mengetahui akan tempat-tempat permainan yang sesuai serta mengajarkan si anak untuk bertindak cermat”. Sedangkan dalam Rubrik Balita (10 Desember 2010) “Puzzle adalah suatu permainan yang mengabung-gabungkan potongan-potongan angka menjadi angka yang berbentuk deret hitung”. Jadi dari pendapat di atas tersebut, maka dapat diambil kesimpulan “ Bahwa puzzle adalah suatu kegiatan yang berbentuk permainan yang dapat mencerdaskan kemampuan kognitif dan dapat meningkatkan daya imajinasi dan kreatifitas dari berfikir logis serta bertindak cermat.”

B.     Metode

C.    Deskripsi Pembelajaran
1.      Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru mengucapkan salam serta memotivasi siswa agar lebih siap mengikuti pembelajaran dengan memberi yel-yel dan megajak siswa untuk  mengikutinya kemudian merefleksi sebentar bab sebelumnya. Selanjutnya guru menjelaskan kompetensi dasar dari pembelajaran dan membuat kelompok.  

 
2.      Kegiatan Inti
Dalam kegiatan inti, terlebih dahulu guru menjelaskan pengertian meneladani dan arti pemimpin kemudian menulis singkat biografi dan jasa-jasa para pemimpin atau  pahlawan nasioanal dari Muhammadiyah kepada negara di papan tulis dan menjelaskan aturan mainya kemudian membagikan beberapa gambar atau foto pemimpin atau pahlawan nasional dari Muhammadiyah yang sudah teracak kepada setiap kelompok, kelompok yang sudah mendapatkan potongan puzzle boleh memulai merangkai sehingga menjadi bentuk sebuah wajah pemimpin atau pahlawan nasional dari Muhammadiyah, kelompok yang sempurna kemudian menulis di buku catatan masing-masing biografi tokoh tersebut dengan melihat di papan tulis yang sudah di tulis oleh guru, setelah selesai menulis baru kelompok tersebut berhak melakukan barter atau tukar menukar puzzle tersebut  dengan kelompok lain supaya mendapatkan  tokoh puzzle yang berbeda, kelompok yang sudah lengkap merangkai dan menulis lengkap sesuai jumlah tokoh yang ditulis di papan tulis maka kelompok tersebutlah yang berhasil dan berhak mendapatkan reaward .
3.      Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup guru menanyakan perasaan siswa selama mengikuti pembelajaran. Guru juga mengevaluasi dengan memeriksa dan memberi beberapa pertanyaan yang relevan dengan tema pembelajaran yang sudah berlangsung. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan masukan dari siswa dan sebagai refleksi terhadap pembelajaran.

Senin, 27 Juni 2011

Perbedaan Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif

PERBEDAAN PENELITIAN KUALITATIF & PENELITIAN KUANTITATIF

A.    PENDAHULUAN

Ilmu pengetahuan lahir berawal dari keingintahuan manusia terhadap alam sekitarnya. Manusia sering kali kagum terhadap obyek, gejala dan peristiwa yang ada di sekitarnya. Ia kagum dengan perstiwa bulan purnama, terbit tenggelamnya matahari, semburan gas LAPINDO, badai, petir dan hujan dan lain-lain, seringkali pula gejala dan peristiwa itu menjadikan perasaan takut, ngeri.
Rasa ingin tahu adalah fitrah manusia, sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME, rasa ingin tahu itu sangat ekspresif pada masa anak-anak. Berbagai pertanyaan pada masa itu sering muncul, seperti pertanyaan “ini apa”?, “ini kenapa”?. Semakin dewasa pertanyaan-pertanyaan itu lebih berkembang bersama dengan tingkat perkembangan akal orang dewasa. Muncul pertanyaan “Bagaimana itu bisa terjadi”?, “Bagaimana proses terjadinya”? Bagaimana cara memecahkannya”?, “Apa ada manfaatnya jika dipecahkan”? dst.
Manusia sebagai makhluk yang berakal disertai rasa ingin tahunya yang besar, ia berusaha mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tsb. Manusia berusaha mengejar esensi jawaban-jawaban yang ditemukannya, esensi jawaban itu adalah kebenaran ilmu pengetahuan, atau secara singkat disebut dengan “Kebenaran”. Manusia memperoleh kepuasaan manakala kebenaran itu ia peroleh, hasrat ingin tahu terpuaskan ketika ia memperoleh pengetahuan mengenai hal yang ia pertanyakan. Dan pengetahuan yang diinginkannya adalah pengetahuan yang benar. Upaya untuk memperoleh pengetahuan yang benar atau kebenaran tsb dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan non ilmiah,  dan pendekatan ilmiah.
            Pendekatan non ilmiah  dapat  digunakan dengan berbagai cara di antaranya :
a. akal sehat
b. prangsangka
c. intuisi
d. penemuan kebetulan dan coba-coba
e. pendapat otoritas ilmiah dan pikiran kritis
Sedangkan pendekatan ilmiah adalah usaha untuk memperoleh pengetahuan  yang benar atau kebenaran melalui penelitian ilmiah dan dibangun atas teori tertentu.
”Teori itu berkembang melalui penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang sistimatik dan terkontrol berdasarkan atas data empiris. Teori itu dapat diuji (dites) dalam hal keajegan dan kemantapan internalnya. Artinya jika dilakukan penelitian ulang oleh orang lain dengan langkah-langkah serupa pada kondisi yang sama, maka akan diperoleh hasil yang ajeg, yaitu hasil yang sama atau hampir sama dengan hasil terdahulu” (Suryabrata Sumadi, 6).
Jadi dengan penelitian, orang berusaha untuk memperoleh kebenaran ilmiah, yang terbuka untuk diuji oleh siapa saja yang menghendaki untuk mengujinya.
            Makalah ini hanya bermaksud menyajikan informasi tentang pendekatan ilmiah melalui penelitian. Dalam penelitian ada dua pendekatan yaitu :
1. Pendekatan kuantitatif
2. Pendekatan kualitatif.
Selanjutnya makalah ini memfokuskan kepada perbedaan antara penelitian dengan endekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif.

  1. PERBEDAAN PENDEKATAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF

« Riset Kualitatif merupakan sekumpulan metode-metode pemecahan masalah yang terencana dan cermat dengan design yang cukup longgar, pengumpulan data lunak, dan bertuju pada penyusunan teori yang disimpulkan melalui induktif langsung « (Mudyahardjo Redja, 146).
Berikut ini ciri-ciri penelitian kualitatif yaitu :
1.                  menghendaki situasi alami (natural) sebagaimana adanya, sebagai  sumber utama dan peneliti sebagai alat penelitian utama.Peneliti  melibatkan dan menggunakan sebagaian besar waktunya dalam kesatuan-kesatuan sosial yang ia teliti.
2.                  deskriptif, yang dikumpulkan lebih merupakan kata-kata atau gambar-gambar daripada angka-angka.
3.                  fokus penelitiannya lebih tertuju kepada proses daripada hasil, sehingga penelitiannya berkenaan dengan suatu rangkaian kegiatan.
4.                  cenderung menghendaki analisa data  secara induktif dalam penyusunan teori sehingga teori yang dihasilkan merupakan  »the grounded theory »
5.                  mengenali makna peristiwa-peristiwa yang terjadi secara alami, misalnya hal-hal apakah yang mendasari orang-orang melakukan suatu perbuatan tertentu.

Pengumpulan data yang dilakukan secara fleksibel, berarti sampel penelitian  tidak sejak awal ditentukan dengan tegas. Sampel penelitian ditentukan dalam proses perjalanan pengumpulan data dengan berpegang teguh pada prinsip kecukupan yang ditentukan oleh peneliti sendiri. Pengumpulan data tidak menggunakan instrumen baku yang telah dipersiapkan, tetapi lebih tertuju pada data lunak, yaitu data yang kaya dengan gambaran tentang orang, tempat-tempat kejadian, dan percakapan-percakapan. Pengolahan data tertuju pada penyusunan teori deskriptif tentang makna, yang disimpulkan langsung secara induktif dari data lunak yang sudah didapat.

Sedangkan « Riset Kuantitatif merupakan sekumpulan metode-metode pemecahan masalah yang terencana dan cermat dengan design yang terstruktur ketat, pengumpulan data secara sistematis terkontrol, dan tertuju pada penyusunan teori yang disimpulkan secara induktif dalam kerangka pembuktian hipotesis secara empiris » (Mudyahardjo Redja, 164).

Adapun ciri-ciri penelitian dengan pendekatan kuantitatif di antaranya :

1.                  menghendaki adanya perekayasaan situasi yang akan diteliti, dengan terencana memberikan suatu perlakuan (treatment) tertentu, untuk mengetahui sebab-akibatnya.
2.                  eksperimental atau percobaan yang dilakukan secara terencana, dan terkontrol dengan ketat, baik dalam bentuk desain fungsional maupun desain faktoral
3.                  lebih tertuju kepada penelitian hasil daripada proses sehingga data yang dikumpulkan berupa data tentang akibat-akibat yang disebabkan oleh adanya perlakuan atau perubahan variabel yang disengaja.
4.                  cenderung merupakan prosedur pengumpulan data melalui observasi untuk pembuktian hipotesis yang dideduksi dari dalil atau teori.
5.                  lebih bertujuan untuk menghasilkan penemuan-penemuan, baik dalam bentuk teori baru atau perbaikan teori lama.

Desain dalam penelitian kuantitatif menuntut adanya penataan yang tegas tentang perangkat variabel yang diselidiki dan karakteristik hubungannya (hubungan pengaruh, hubungan korelasi). Oleh karenanya desain penelitian kuatitatif  sejak awal sudah menetapkan pola hubungan variabel-variabel yang diteliti (predetermined) dinyatakan secara tersurat (formal) serta hubungan-huibungannya  didefinisikan secara operasional. Pengumpulan data terhadap sampel dilakukan secara terawasi (ada variabel bebas/sebab, dan variabel tidak bebas/akibat, serta variabel pencampur), melalui pengukuran dengan menggunakan instrumen yang tervalidasi. Dari sana diperoleh data keras. Pengolahan data menggunakan prosedur statistik inferensi yang tertuju pada pembuktian hipotesis.
Pelaksanaan penelitian kuantitatif dilakukan dalam bentuk pengukuran kuatitatif terprogram atau sistematis. Karakteristik pengukuran tsb yaitu :
  1. pengukuran dilakukan dalam bentuk skala-skala : ordinal, interval, dan rasio yang menghasilkan data dalam bentuk angka
  2. pengukuran dilakukan dengan menggunakan istrumen yang tepat (valid), dapat dipercaya reliable, dan operasional melalui prosesinstrumentalisasi
  3. pengukuran dilakukan terhadap sampel yang menjadi sumber data, yang ditentukan secara acak atau randomisasi
  4. pengukuran dilakukan dengan memberi perlakuan tertentu untuk mengetahui akibat-akibatnya atau eksperimentasi yang murni atau yang rekaan.

Hipotesis mempunyai peranan yang sangat penting dalam penelitian kuantitatif. Hipotesi merupakan pernyataan deklaratif sementara tentang hubungan antara dua variabel atau lebih, berfungsi sebagai pendahuluan eksperimen dan sebagai sebuah metode yang memberi keterangan bilamana verivikasi aktual tidak mungkin dilakukan.
Sedangkan prosedur untuk membuktikan hipotesis adalah :
1.                 merumuskan sebuah hipotesis penelitian sebagai sebuah jawaban terhadap masalah yang dihadapi
2.                 menjabarkan akibat-akibat dari hipotesis dalam istilah-istilah yang operasional.
3.                 merumuskan  hipotesis secara deklaratif sebagai sebuah hubungan antara dua variabel atau lebih yang didasarkan kepada akibat-akibat yang diperkirakan
4.                 apabila hipotesis akan dibuktikan secara statistik maka rumusan hipotesisnya adalah hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (H1)
5.                 menetapkan sebuah prosedur yang akan memberikan dasar pada sebuah keputusan yang akan dibuat tentang kebenaran hipotesis nol (Ho).
6.                 melakukan pengujian dengan cara pengumpulan data-data yang sesuai dengan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya.
7.                 mengambil sebuah keputusan tentang kebenaran atau kepalsuan hipotesis nol (Ho)